Judulnya cukup mengundang pertanyaan sepertinya. Ada frasa yang jarang kita dengar. Organisasi Peradaban. Ya…tepatnya hari Sabtu 13 April 2013 pukul 09.00 telah diresmikan organisasi baru, dengan masa jabatan seumur hidup dan tanpa open rekruitasi. Organisasi yang menjadi babak baru kehidupan dua insan manusia, saya dan suami.
Ya,,organisasi peradaban, kata-kata ini kami pilih untuk memproklamirkan kuasa Allah dalam menjodohkan kami berdua.
“Saat dua hati berjanji, tuk arungi hidup dijalanNya.
Allah kan berkahi mereka kala dalam doa, kala dalam asa.”
(Seismic, Ketika Dua Hati Menyatu)
Butuh waktu bagi saya untuk bisa menuliskan dan menyampaikan kisah ini. Banyak hikmah yang Allah titipkan sehingga menjadi amanah bagi kami untuk menyampaikan kembali kepada saudaraku di manapun berada.
Menikah merupakan setengah dari agama, sungguh besar porsinya dalam agama Islam.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi)
Secara umum, dua hal yang dapat merusak agama kita, kemaluan dan perut. Kemaluan yang mengantarkan pada zina, sedangkan perut bersifat serakah. Dan ketika menikah, kita telah menjaga diri dari salah satunya, yaitu kemaluan kita. Setengah agama kita telah terjaga, tinggal sisanya.
Menikah membutuhkan persiapan yang panjang. Mempersiapkan diri sebaik-baiknya dari jauh-jauh tahun bisa menjadi awal yang sangat bagus. Karena menikah bukan keputusan sesaat dan bukan untuk keinginan sementara. Menikah untuk beribadah padaNya, menikah untuk bertemu kembali di syurgaNya, menikah untuk menggabungkan dua keluarga besar yang berbeda, dan menikah untuk membangun Organisasi Peradaban. Maka selagi masih ada waktu, mari kita banyak-banyak belajar tentang Islam dan belajar melatih diri memiliki akhlaq yang indah. Yaa.. ini muncul dari membaca beberapa buku dan berbincang-bincang dengan beberapa orang.
Ah pasti sudah tak sabar mau tau ceritanya ya? baiklah baiklah mari kita mulai mengikuti kisahnya dengan membaca basmallah. Bismillahirrahmaanirrahiim.
***
Saya mulai dari awal kami berproses. Proses yang cukup singkat, sekitar 4 pekan sejak awal menerima biodata suami hingga proses akad nikah. “Wah! Cepet bener Mbak!” Yups, dan kami pun hampir tak percaya dengan durasi yang telah Allah tetapkan ini. Kata suami,” Sangat terasa sekali, Tangan Allah sangat dekat dalam skenario ini!”
Mekanisme ini merupakan hal baru di keluarga kami berdua, karena kami menikah tanpa diawali pacaran sebelumnya dan dalam tempo yang singkat. Ya, tanpa pacaran! Jangankan pacaran, sebelumnya, saya kenal ikhwannya pun tidak. Alhamdulillah, Allah menjaga kami. “Bisa juga ternyata ya!”, gumam saya terheran heran.
“Trus Mbak, orang tua nrima gitu aja? Masak sih sesimpel itu? Emang ga ada perdebatan dengan orang tua ya?” Alhamdulillah kami dari jauh-jauh tahun sudah mensosialisasikan ke orang tua masing masing perihal proses menikah yang syar’i. Jadi, ketika tiba waktunya tak ada halangan yang memberatkan dari keluarga.
Salah satu bentuk ikhtiar saya yang lain adalah dengan berdo’a. Sebuah doa yang selalu saya panjatkan disetiap sholat wajib, sholat hajat, sholat tahajud dan sholat dhuha, “Ya Allah berikanlah jodoh yang baik agamanya, baik dunianya, baik akhiratnya yang mencintai dakwah ini dan mencintai Engkau”, hanya optimislah yang membuat saya bertahan untuk terus memohon seperti ini. Karena saya berfikir menikah itu harus memperbesar manfaat ke lingkungan masyarakat dan membawa visi menghujam sampai ke akhirat.
Mundur sebentar ya… 🙂 Awal tahun 2013 sebenarnya bisa dibilang saya sudah pasrah dan tak terlalu berharap bisa menikah tahun ini, maka saya sibukkan diri dengan mempersiapkan kuliah S2 ke Malaysia. Lebih baik menyalurkan energi ke hal positif yang jauh lebih bermanfaat dan saya tenggelam dalam kesibukan mempersiapkan segala dokumen kuliah. Namun ternyata Allah berkehendak lain, di saat sibuk ngurus passport ternyata ada kabar dari murabbi, “Istiqq…ada ikhwan yang nerima proposal, gimana?” Saya pun kaget mendengar kabar dari murabbi.
Point 1: Saya sangat ingin menjalankan proses pernikahan yang terjaga dan sesuai syari’at. Saya percayakan prosesnya kepada murobbi-guru ngaji- saya. Dan peran fasilitator tersebut bukan peran yang mudah, saya sangat yakin, murabbi saya sudah melakukan ikhtiar yang maksimal dalam memilihkan ikhwan yang akan berproses dengan saya. Dan tak ada peran peran syar’i yang murabbi saya gantikan dalam proses ini, seperti yang beberapa orang khawatirkan. Kenapa sih harus lewat murabbi? Murabbi kok kayak wali aja?, dll. Karena murabbi membantu menjaga prosesnya agar tetap syar’i. Dan saya sangat terbantu dengan itu. 🙂
***
[sebelum mendapat info dari Murabbi] Sempat menyerah dengan kriteria yang saya buat, dalam hati menyeletuk “apa ada ikhwan seperti yang ku minta?” akhirnya saya coba turunkan kriteria saya, asal beliau tarbiyah dan memiliki ma’isyah serta berani menghadapi orang tua maka tak ada alasan menolaknya. Udah menurunkan standar tapi belum juga datang. Ya, pasrah itulah jalan terbaik.
Hari itu tanggal 13 Maret 2013. Sekitar habis dhuhur saya dapat info, bahwa ada ikhwan yang menerima proposal saya, maka sorenya sekitar jam 17 baru saya buka biodata sang ikhwan. Kaget, karena tak kenal dengan ikhwan di biodata tersebut. Walaupuan kami satu kampus tapi seingat saya belum pernah berinteraksi dengan beliau. Atau mungkin karena karakter saya yang cuek dengan ikhwan, membuat lupa kalau pernah berinteraksi dengan beliau. “Emang ada ya ikhwan namanya WNS di kampus?”, sempat saya nyletuk seperti itu.
Ternyata suami pun demikian. Pasca akad, beliau sampaikan kalo beliau belum mengenal saya sebelumnya. “Ketemu sih pernah, tapi nggak sampe mengenal. Sebatas tau, ada nama Istiqomah Nur Latifah di kampus IT Telkom. Mungkin ini cara Allah menjaga prosesnya.” Kata suami.
Singkat cerita, akhirnya dipilihlah tanggal 13 April 2013, hari Sabtu, sebagai hari bersejarah dalam hidup saya. Ya, pada tanggal itu kami melangsungkan akad. Tepat sebulan setelah kami saling bertukar biodata. Dan, mengapa hari itu sebagai hari bersejarah buat saya? Karena pada hari itu, saya yang tadinya serba bebas, setelah diucapkannya janji, masuklah seorang ikhwan yang punya hak mutlak untuk ‘menginterfensi’ hidup saya. Kami terikat dalam janji yang suci, dalam mitsaqan ghaliza. Pada hari itu pula, hari Sabtu adalah hari dimana saya dilahirkan ke dunia tepat jam 09.00. #Hmmm…speechless
“Trus, gmana dengan keluarga Mbak?” Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, alhamdulillah, kalo dari sisi suami, sudah menjelaskan sebelumnya tentang proses pernikahan yang syar’i kepada keluarganya. Dan, orang tua suami cukup kaget, kenapa secepat ini. Kalau dari keluarga saya malah berharap dipercepat karena kalau sudah cocok untuk apa di lama-lama malah menimbulkan banyak mudharatnya. Alhamdulillah semuanya diperlancar, disertai dengan penjelasan penjelasan ke orang tua.
Point 2: Mulai merancang pernikahan dan komunikasikan budaya menikah yang sesuai syari’at Islam kepada keluarga jauh-jauh hari.
***
Setalah akad, saya masih kaku. Ya, sekali lagi karena tiba-tiba ada seseorang yang dulunya bukan siapa-siapa sekarang memiliki hak atas hidupku. Alhamdulillah, dengan singkat, sikap kaku pun berangsur berganti dengan santai. Hebat ya! Rasanya, Allah melakukan training langsung kepada kami, agar kami bisa langsung nyambung. Saat itu, saya teringat pesan seorang teman, “Salah satu bentuk syukur telah dinikahkan oleh Allah adalah dengan secepat mungkin merubah sikap dengan seseorang yang sudah halal untuk kita.”
Alhamdulillah, setelah acara makan-makan sederhana di rumah, kami semakin akrab saja. Mungkin karna pembawaan karakter kami, jadi baru beberapa jam mengenalnya seolah kami sudah sangat kenal dalam waktu lama. Sungguh besar kuasa Allah.
Point 3: Allah yang punya skenario. Allah yang memiliki setiap detail hidup manusia. Dalam pengalaman saya ini, saya tidak mengenal ikhwan yang saya nikahi sebelumnya. Dan Allah lah yang mempermudah proses perkenalan kami pasca akad. Begitu singkat. Kemudian kami pun mampu saling membaur, satu sama lain. Bercanda ringan, hampir tidak ada ke-garing-an saat itu, semuanya renyah! Alhamdulillah.
***
Kehidupan setelah menikah ternyata jauh lebih indah, menenangkan dan menentramkan. Banyak mimpi yang kami rajut bersama, menyadari bahwa semuanya butuh bahan bakar untuk menjalankan. Maka kami punya kesepakatan amalan yaumi tentang tilawah, al ma’tsurat, tahajud, dhuha, baca buku, hafalan tentu dilengkapin iqob kalau ada yang tak sesuai target. 🙂
Nikmatnya pacaran setelah menikah memberikan banyak keberkahan dan kebarakahan dalam kehidupan kami. Kami pun tak melewatkan momen ini, pacaran yang bernilai ibadah adalah pacaran setelah menikah dengan pasangan yang telah Allah halalkan buat kita. Alhamdulillah Allah memberikan lebih dari yang kami minta terkait pasangan.
Inilah keluarga kecil kami, inilah organisasi peradaban kami, yang menitipkan harapan besar kepada sang Maha Besar.
“Ini bukanlah persiapan dan cita-cita biasa, kalau hanya untuk memenuhi setengahnya itu masih terlalu kecil. Maka seharusnya persiapan dan cita-citamu jauh lebih melambung yaitu demi Dia yang selalu memberikan cintaNya walaupun kita sering melupakannya”
Semoga bisa menjadi hikmah dan inspirasi bagi yang membacanya, dan kami akan sangat senang jika pembaca ikut mendo’akan suksesnya organisasi yang akan kami jalankan. Mohon maaf jika sebelumnya ada ucapan, kata-kata dan perilaku kami yang kurang berkenan di hati pembaca.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar Ruum: 21)
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. An Nuur: 32)
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S. Ath Thalaaq: 2-3)